Menjadi bagian dari keluarga besar Nahdhatul Ulama (NU) menjadi kebanggaan tersendiri bagi seorang Dr.HM Irsyad Yusuf.SE.MMA.
Dari NU lah, pria yang lahir bertepatan dengan Peringatan Hari Pahlawan 10 November itu bisa terjun di dunia politik, menjadi Ketua DPRD Kabupaten Pasuruan. Bahkan dua kali berturut-turut dipercaya sebagai Bupati Pasuruan hingga saat ini.
Diakuinya, selama ini ia memang mengabdikan diri di organisasi Islam terbesar di dunia ini. Sejak remaja telah masuk badan otonom Ikatan Pelajar Nahdltul Ulama (IPNU). Bahkan, hingga kini tetap aktif dan berkhidmat NU. Baik di badan otonom maupun di NU.
Bagi Gus Irsyad-sapaan akrabnya, Nahdhatul Ulama adalah rumah kedua yang menggemblengnya menjadi seseorang yang berkepribadian, dan memiliki jati diri.
âFilosofi pengkaderan saya menjadi pemimpin, ketua partai, ketua dewan, dan menjadi bupati sampai saat ini ya di Nahdlatul Ulama,â kata Gus Irsyad di sela-sela kesibukannya, Rabu (05/03/2023).
Politisi yang juga santri ini mengatakan, kesuksesan karir politiknya tidak lepas dari "barokah" pengabdian di NU. Bukan karena ia secara pribadi, melainkan banyak manfaat positif yang dirasakan kader-kader NU lainnya.
âSaya penganut dan paling percaya terhadap barokah. Siapa yang memberikan barokah itu, ya NU secara organisasi, kemudian para senior saya. Yang paling penting adalah senior-senior memberikan kepercayaan kepada saya. Tak terkecuali doa guru, alim ulama, dan orang tua,â jelasnya.
Sebelum terjun di dunia politik, Waka Satkornas Banser ini mengawali karir politiknya di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sejak 1998. Di awali dari pengurus ranting Kelurahan Purwosari, Kabupaten Pasuruan sampai akhirnya menjadi Ketua DPC Kabupaten Pasuruan sampai sekarang.
Ia menegaskan bukan politisi instan. Melainkan memulainya dari bawah, yakni pengurus ranting.
Ketika menjadi pengurus ranting PKB, ia juga dipercaya menjadi panitia pemilihan suara tingkat kelurahan. Kala itu memang panitianya dari partai politik.
Karir politiknya terbilang moncer. Dari wakil ketua ranting, pada 2002 naik jabatan menjadi ketua PAC PKB Purwosari. Dua tahun kemudian, partainya mendorong Gus Irsyad mendaftarkan diri menjadi calon legislatif (caleg). Hasilnya, terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Pasuruan.
âSaya diberi kesempatan oleh partai untuk maju jadi anggota dewan. Alhamdulillah terpilih,â pungkasnya.
Selama periode pertama menjadi dewan, Gus Irsyad hanya sebagai anggota. Setelah lolos pada pemilu legislatif perioede berikutnya, yakni 2009, ia didapuk ketua DPRD Kabupaten Pasuruan. Katanya, semua itu tugas dari parpol.
âSaya baru menjadi ketua DPC PKB pada 2010. Jadi, karir saya memang dari bawah dan tidak begitu saja,â terangnya.
Lepas dari seorang politikus, pria di balik suksesnya 1 Abad NU ini pernah merasakan dunia pondok pesantren.
Di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Pandaan, ia nyantri. Kemudian, juga ngangsu kaweruh di Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar, Jombang. Di pesantren yang didirikan oleh buyutnya, K.H. Bisri Syansuri, itu belajar banyak tentang ilmu agama. Dari situlah, gaya politiknya juga ia dapatkan.
âWaktu kecil saya jarang tidur di rumah. Sering tidur di masjid. Bahkan, kalau puasa (bulan Ramadan), saya yang bagian bangunin orang sahur,â kata adik kandung Wali Kota Pasuruan Saifullah Yusuf ini.
Saat ditanya tentang politisi dan santri, Gus Irsyad menegaskan bahwa jangan diartikan politisi yang memakai sarung. Tetapi, politisi yang tingkah laku dan ucapannya mencerminkan kesantrian. Bahkan, kebijakan-kebijakan yang dihasilkan berpihak terhadap santri.
Berpolitik, kata bapak tiga anak ini, bukanlah sebuah pilihan. Tetapi, merupakan perjuangan. Berjuangan tak cukup hanya di organisasi kemasyarakatan atau keagamaan. Karena, di negeri ini untuk ikut menentukan kebijakan negara salah satunya melalui jalur politik.
âBerpolitik bagian dari cara kita ikut berjuang dan berhikmat. Dalam rangka memperjuangkan kepentingan para santri, NU, agama, dan lain sebagainya,â jelasnya.
Sudah banyak kebijakan atau program yang ditelurkan Gus Irsyad bagi dunia pesantren selama menjadi politisi. Salah satunya tentang kebijakan di DPR. Bagaimana pemerintah semestinya memberikan perhatian kepada pesantren.
Kemudian, bentuk kongkret selama jadi bupati, ada beberapa program dilahirkan. Seperti program Wak Muqidin alias Wayahe Kumpul Mbangun TPQ lan Madin. Juga memberikan kesempatan kepada guru TPQ dan madrasah diniyah untuk meningkatkan pendidikan. Melalui program beasiswa guru madrasah diniyah.
âAda juga dukungan sarana prasarana pendidikan di pondok pesantren," terangnya.
Ia berharap banyak alumni pesantren yang terjun ke dunia politik. Santri sudah dibekali dasar-dasar bagaimana berpolitik yang santun dan berpolitik yang baik. Sebab, berpolitik merupakan siyasah untuk menata menjadikan lebih baik.
âBukan kemudian pesantren yang dipolitisasi. Karena pesantren ini sebelum merdeka sudah ada. Ini konsep pendidikan yang luar biasa. Saya menentang jika ada politisasi pesantren. Artinya, kalau ada apa-apa, pesantren yang ditarik-tarik. Justru sebaliknya, politisi harus memperjuangkan kemajuan pesantren," jelasnya. (emil)
0 Komentar